JAKARTA – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja mengungkapkan aksi politik uang rentan terjadi di pemilu di luar negeri.
Sejumlah negara yang rentan terjadinya politik uang saat pemilu yakni terjadi pada WNI sebagai tenaga kerja di perkebunan dan asisten rumah tangga seperti Hongkong, Jedah dan Malaysia menjadi sasaran.
“Kemungkinan ada kerawanannya (politik uang) di negara-negara tersebut, hal itu berdasarkan pengalaman pada pemilu sebelumnya,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima wartawan.
Tidakn hanya itu, pihaknya mendeteksi adanya ketidaknetralan yang dilakukan oknum ASN atau pihak yang dilarang dalam pasal 280 ayat 2 yang tertuang dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dan adanya mobilisasi pemilih.
“Paling banyak di Malaysia. Ke depan poin-poin penting yang harus diperhatikan seperti negara-negara dengan tingkat kerawanaan tinggi seperti Malaysia, Saudi Arabia, Hongkong,” Ungkapnya.
Potensi kerawanan lain, saat pengumuman hari pemungutan suara juga saat distribusi formulir surat pemberitahuan pemungutan suara kepada pemilih (Formulir C6).
“Pada Pemilu 2019 lalu, formulir C6 tidak terdistribusikan di Kuala Lumpur, salah satu potensi kerawanan sebelum pemungutan suara yakni soal logistik. Di Kuala Lumpur pada pemilu lalu ditemukan surat suara tercoblos. Hanya saja saat kami (Bawaslu) mau ambil sudah diambil kepolisian di negara malaysia dan ketika mau diakses tidak diperbolehkan itu yang menjadi kerawanan pada 2019 lalu,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Bagja juga menjelaskan tiga metode pemungutan suara di luar negeri yaitu kotak suara keliling, TPS luar negeri, dan pos.
“Kotak suara keliling dan pos ini paling banyak masalahnya,” tutupnya