WASHINGTON D.C – Sebuah komputer Raspberry Pi mini dilaporkan telah digunakan untuk mencuri data dari Jet Propulsion Laboratory NASA. Yang lebih mengejutkan, data NASA yang dicuri diketahui bukanlah data yang sepele.
Dalam sebuah laporan yang dimuat DigitalTrends diungkapkan jika komputer kecil tersebut di gunakan untuk mencuri sekitar 500MB data NASA. Dua file yang di curi tersebut berkaitan dengan teknologi militer serta ruang angkasa.
Para peretas menggunakan perangkat untuk dapat meretas jaringan hingga tak terdeteksi selama sekitar 10 bulan. Mereka mengambil alih akses ke jaringan internal Jet Propulsiom Lab melalui Raspberry Pi dengan cara membajak akun penggunanya.
Meski arsitektur Pi sudah di lampirkan pada sistem pengamanan jaringan, namun pengontrolan yang tak maksimal membuat alat tersebut tidak terdeteksi dan NASA tak mengetahui adanya benda tersebut.
Pengawasan yang kurang teliti ini membuat perangkat rentan dan memungkinkan kepada para peretas untuk mengambil alih kendali serta menyalahgunakannya untuk mencuri data tersebut.
Sebagaimana diketahui, Raspberry Pi merupakan komputer seukuran kartu kredit yang kisaran harganya sekitar $30 atau Rp425.000. Pi (biasa disebut) sudah banyak berperan dalam bidang komputer serta pilihan yang populer untuk proyek skala kecil, karena bentuknya yang ringkas dan mudah untuk digunakan.
“Sangat sulit bagi organisasi besar dan kompleks seperti NASA untuk menjadi sempurna dalam menjaga visibilitas penuh dan kontrol semua perangkat mereka.” ucap Nik Whitfield, Kepala perusahaan keamanan Panaseer.
“Biasanya, ini karena mereka bergantung pada proses manual dan manusia untuk terus-menerus menginventarisir semua perangkat yang terhubung ke jaringan dan kerentanan spesifik yang mereka derita.” lanjutnya.
Ketika diketahui ada peretas dalam sistem NASA, hal itu membuat beberapa bagian agensi, termasuk Johnson Space Center, untuk berhenti menggunakan gateway inti yang memberi karyawan dan kontraktor akses ke laboratorium dan lokasi penting lainnya.
Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan peretas nantinya dapat mengeksploitasi akses luas mereka untuk dapat mengendalikan pesawat ruang angkasa yang saat ini sedang aktif.