Fenomena Embun Beku Terjadi di Dataran Tinggi Dieng

Fenomena Embun Beku di Dieng
Fenomena Embun beku di Dataran Tinggi Dieng, Foto: Net

DIENG-Memang bukan kali ini saja fenomena embun beku terjadi di dataran tinggi Dieng, pada Kamis 2 Agustus 2018 pukul 14.00 waktu setempat pernah mengalami hal yang sama.

Fenomena embun beku yang terjadi di tinggi Dieng ini pun mendapatkan perhatian dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Berdasarkan Deputi Bidang Meteorologi BMKG R Mulyono Rahadi Prabowo dalam rilis resmi BMKG, Selasa (25/6) menjelaskan bahwa

Kondisi ini disebabkan oleh aliran massa udara dingin dan kering dari wilayah benua Australia yang dikenal dengan aliran monsun dingin Australia.

“Menyikapi kondisi suhu dingin yang menyebabkan terjadinya fenomena embun beku di wilayah dataran tinggi Dieng dalam beberapa waktu belakangan ini, kejadian kondisi suhu dingin tersebut merupakan fenomena yang normal,” kata Mulyono.

Dikatakan dia pula bahwa udara dingin tidak hanya terjadi di dataran tinggi Dieng, kawasan di sebagian Indonesia selatan ekuator, khususnya wilayah Jawa hingga Nusa Tenggara juga mengalami hal yang sama.

Secara klimatologis, monsun dingin Australia aktif pada periode Juni-Juni-Agustus, yang umumnya merupakan periode puncak musim kemarau di wilayah Indonesia selatan ekuator. Desakan aliran udara kering dan dingin dari Australia ini, menurut Mulyono, menyebabkan kondisi udara yang relatif lebih dingin, terutama pada malam hari dan dapat dirasakan lebih signifikan di wilayah dataran tinggi atau pegunungan.

“Kondisi musim kemarau dengan cuaca cerah dan atmosfer dengan tutupan awan sedikit di sekitar wilayah Jawa-Nusa Tenggara dapat memaksimalkan pancaran panas bumi ke atmosfer pada malam hari sehingga suhu permukaan bumi akan lebih rendah dan lebih dingin dari biasanya,” ujarnya.

“Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi saat musim hujan atau peralihan, di mana kandungan uap air di atmosfer cukup banyak karena banyaknya pertumbuhan awan, atmosfer menjadi semacam ‘reservoir panas’ sehingga suhu udara permukaan bumi lebih hangat,” sambung Mulyono. SABIQ

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *