IJTI Minta DPR Evaluasi Pasal Karet yang Masih ‘Bertebaran’ dalam Draft RUU KUHP

IJTI Minta DPR Evaluasi Pasal Karet yang Masih 'Bertebaran' dalam Draft RUU KUHP
IJTI Minta DPR Evaluasi Pasal Karet yang Masih 'Bertebaran' dalam Draft RUU KUHP

Saat ini badan legislatif dan eksekutif tengah aktif menggodok rancangan KUHP. Namun, berdasarkan draft RUU KUHP final yang beredar di masyarakat saat ini, Ikatan Jurnalis Indonesia (IJTI) melihat adanya beberapa pasal yang bisa ‘mengurung’ kebebasan pers.

Salah satu dari pasal tersebut adalah pencemaran nama baik. Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan menegaskan jika IJTI mendesak agar RUU KUHP sesegera mungkin disebar luaskan dengan melibatkan beberapa pemangku kepentingan, tidak terkecuali publik.

Bacaan Lainnya

Bagi IJTI kebebasan pers merupakan hal yang sengat penting, sebab kebebasan pers merupakan pilar keempat dari sebuah demokrasi.

“Dalam draft final RUU KUHP yang beredar luas di berbagai media tidak menunjukan adanya perubahan yang siginifikan terutama terkait pasal-pasal karet yang berpotensi membungkam kemerdekaan pers di tanah air,” ucap Ketua Umum IJTI Herik Kurniawan dalam keterangannya pada hari Minggu (17/7/2022).

Adapun, beberapa pasal yang diduga dapat mengancam kebebasan pers yang tertuang dalan draft final RUU KUHP adalah sebagai berikut:

1. Pasal 219 tentang Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden

2. Pasal 241 tentang Penghinaan terhadap Pemerintah

3. Pasal 247 tentang Hasutan Melawan Penguasa

4. Pasal 263 tentang Penyiaran Berita Bohong,

5. Pasal 264 tentang Berita Tidak Pasti

6. Pasal 280 (ayat b dan c) tentang Gangguan dan Penyesaatan Proses Peradilan

7. Pasal 303 tentang Penghinaan terhadap Agama

8. Pasal 437, Pasal 440 tentang Penghinaan, Pencemaran/Penghinaan

9. Pasal 443 tentang Pencemaran Orang Mati

10. Pasal 447 tentang Pembukaan Rahasia

Herik mengungkapkan, komunitas pers di tanah air sebelumnya sudah meminta kepada DPR agar RUU KUHP tidak mengancam kebebasan pers yang ada saat ini.

“Padahal IJTI dan komunitas pers di tanah air jauh jauh hari sudah menyampaikan masukan baik secara formal maupun informal kepada lembaga eksekutif maupun legeslatif agar pasa-pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers ditiadakan,” ujar Herik.

Hal ini bisa menjadi polemik, sebab draft RUU KUHP yang ada bertolak belakang dengan Undangan – Udangan No 40 tahun 1999 tentang Pers yang memiliki semangat menjaga kemerdekaan pers serta menjamin dan melindungi kerja-kerja jurnalis.

Menanggapi hal tersebut Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia mengeluarkan pernyataan sebagai berikut :

1. Meminta pemerintah dan DPR berkomitmen menjaga serta menjamin kemerdekaan pers di tanah air

2. Menolak pengesahan RKUHP menjadi Undang-Undang sampai pasal karet yang mengancam kemerdekaan pers dicabut

3. Meminta Presiden Jokowi tidak menandatangani RKUHP karena bertentangan dengan kebebasan pers di tanah air

4. Meminta DPR tidak memaksakan diri untuk mengesahkan RKUHP dalam waktu dekat ini

5. RKUHP rawan digunakan oleh sejumlah pihak untuk mengkriminalisasi jurnalis dan pers

6. IJTI bersama komunitas pers di bawah naungan Dewan Pers siap membantu pemerintah maupun DPR merumuskan kembali pasal pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers baik dari sisi subtansi maupun redaksional, sehingga pasal tersebut tidak bertentangan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *