BALI – Hari Raya Galungan merupakan suatu perayaan besar bagi umat Hindu di Bali. Biasanya, perayaan ini dilakukan setiap 210 hari sekali menurut pehitungan wuku.
Di India, ada perayaan serupa Galungan, yakni Diwali. Kedua perayaan tersebut memiliki makna yang sama, yakni sama-sama merayakan kemenangan kebaikan (dharma) atas keburukan (adharma).
“(Hari Raya Galungan memiliki) serangkaian upacara yang panjang sekali. Mulai dari 35 hari sebelum Galungan, masyarakat Bali melakukan upacara di kebun. Mereka berdoa supaya hasil kebun bagus,” ucap Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, I Gede Pitana.
Dalam rangkainan upacara Galungan ini, anantinya para umat Hindu di Bali akan melakukan doa di kebun mereka, agar hasil kebun yang di panen dapat bagus dan berkualitas. Doa ini dilakukan di hari ke-35 sebelum Hari Raya Galungan dan dinamakan Tumpek Pengatag.
Selanjutnya, umat Hindu di Bali akan melakukan Sugihan Jawa pada hari ke-6 sebelum Galungan.
“Jawa di sini artinya bukan pulau Jawa atau orang Jawa. Jawa itu artinya luar. Jadi tujuan sugihan jawa adalah upacara untuk membersihkan alam dan fisik di luar tubuh manusia,” ucap Pitana.
Masyarakat Hindu Bali juga akan membersihkan pura, baik yang ada di perkarangan rumah masing-masing atau yang ada di suatu desa.
Tiga hari sebelum Galungan, masyarakat akan mulai membersihkan diri mereka, membuat tape, kue dan beberapa makanan untuk dipersembahkan.
Dua hari sebelum Galungan, umat Hindu mulai mendekorasi penjor mdi halaman rumah serta di sepanjang jalan.
“Penjor itu bambu yang dilengkungkan kemudian dihias. Penjor itu lambang dari alam. Makanya penjor berisi buah-buahan, padi, hasil pertanian. Idealnya isi penjor itu hasil pertanian dari kebun yang telah didoakan,” ucap Pitana.
Sementara pada saat sehari sebelum Galungan, biasa disebut dengan Hari Penampahan. Menurut Pitana, umat Hindu di Bali akan mempersiapkan daging untuk upacara Galungan.