Tam, Badak Sumatera Jantan Terakhir di Malaysia Mati

Tam, Badak Sumatera Jantan Terakhir di Malaysia Mati (WWF MALAYSIA - FACEBOOK)
Tam, Badak Sumatera Jantan Terakhir di Malaysia Mati (WWF MALAYSIA - FACEBOOK)

SABAH – Pejabat margasatwa di Malaysia mengumumkan bahwa Tam, badak Sumatera jantan terakhir yang tersisa di negara itu telah mati setelah menderita masalah ginjal dan hati.

Augustine Tuuga, direktur Departemen Margasatwa Sabah, mengatakan kepada wartawan setempat bahwa kondisi Tam telah menurun sejak bulan lalu. Hewan itu tampak kehilangan nafsu makan dan kewaspadaannya tidak setajam sebelumnya.

Tes urin kemudian mengungkapkan bahwa ginjal badak Sumatera dalam kondisi buruk. Organ-organ lainnya juga menunjukkan tanda-tanda kegagalan.

Sementara para pejabat belum bisa memastikan secara jelas apa yang sebenarnya penyebab kesehatan Tam memburuk dengan cepat, asumsi sementara meyakini bahwa kematian sang badak dimungkinkan karena usianya yang sudah menua.

Tuuga berkata bahwa Tam mungkin sudah berusia tiga puluhan, dan badak Sumatera biasanya hanya memiliki harapan hidup 35 hingga 40 tahun.

Ahli konservasi hewan merasa sedih dengan kematian Tam, terutama setelah badak Sumatera dinyatakan sebagai spesies yang terancam punah. Faktanya, hewan-hewan itu sudah punah di hutan belantara Malaysia. Iman, mitra perkawinan Tam, adalah satu-satunya yang tersisa dari jenis mereka di negara ini.

Sebagian besar badak Sumatera yang tersisa di Asia Tenggara dapat ditemukan di Indonesia.

“Kematian Tam menggarisbawahi betapa pentingnya upaya kolaboratif yang mendorong proyek Penyelamatan Badak Sumatera,” kata Margaret Kinnaird, pemimpin praktisi margasatwa untuk World Wildlife Fund (WWF).

“Kita harus menangkap badak-badak terisolasi yang tersisa di Kalimantan dan Sumatra dan melakukan yang terbaik untuk mendorong mereka melakukan perkawinan demi kelestarian keturunan mereka.”

Badak Sumatera Jantan Terakhir di Malaysia

Sebelum meninggal, Tam telah tinggal di Suaka Margasatwa Tabin di negara bagian Sabah. Dia dibawa ke sana setelah diselamatkan dari perkebunan kelapa sawit pada 2008.

Dengan kondisi badak Sumatera menghadapi kepunahan di alam liar, para ahli satwa coba “menjodohkan” Tam dengan dua betina – Puntung dan Iman – untuk menghasilkan badak baru. Namun, kedua upaya untuk menghasilkan keturunan telah gagal.

“Kami menggantungkan begitu banyak harapan pada Tam untuk menghasilkan keturunan di penangkaran, tapi harapan itu pupus ketika dua wanita yang tersisa di Tabin tidak dapat menghadirkan janin,” kata Kinnaird.

Tam mungkin tidak dapat menghasilkan badak Sumatera baru, tapi kehadirannya (bahkan di penangkaran) telah membantu para peneliti mempelajari lebih lanjut tentang spesies yang terancam punah.

Susie Ellis, direktur eksekutif Yayasan Badak Internasional yang bermarkas di Texas, mencatat bagaimana Aliansi Badak Borneo membantu memajukan pemahaman mengenai biologi badak Sumatera melalui kerja kelompok mengenai teknik reproduksi.

Dia menekankan bahwa orang-orang perlu memahami bagaimana kelangsungan hidup hewan-hewan itu. Kematian Tam mewakili hampir 1 persen dari total populasi spesies di dunia.

Upaya Pelestarian Badak Sumatera

Kinnaird mengatakan kematian Tam seharusnya menjadi panggilan untuk “membangunkan” lebih banyak badak Sumatera di alam liar. WWF telah berkoordinasi dengan kelompok konservasi lain untuk membantu menyelamatkan hewan-hewan tersebut, sebagai bagian dari koalisi Penyelamatan Badak Sumatera.

Pada 2018, koalisi berhasil menyelamatkan badak betina baru, yang kemudian bernama Pahu. Dia dibawa ke fasilitas pengembangbiakan di kota Kelian Lestari di Indonesia.

Para peneliti mengatakan Pahu tampak sehat untuk bereproduksi. Hewan itu dilaporkan berkembang di habitat barunya dan mungkin akan segera ditemani di fasilitas itu.

Kinnaird percaya bahwa mereka mungkin dapat menemukan lebih banyak badak di hutan belantara Kalimantan di Indonesia, mengingat hasil positif dari survei terbaru mereka di daerah tersebut.

Sementara itu, Ellis mengatakan bahwa mereka perlu fokus menyelamatkan 80 badak Sumatera yang tersisa di alam liar dengan melakukan perlindungan intensif dan penangkaran. Mereka juga berencana untuk bekerja dengan penduduk setempat untuk membantu melindungi hewan.

Dia menggambarkan bahwa upaya konservasi ibarat pertempuran yang tidak bisa ditinggalkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *