Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa komoditas rokok masih menyumbang inflasi. Hal ini terlihat dari tingkat inflasi pada bulan September 2023 yang sebesar 0,19 persen, di mana andil komoditas rokok sebesar 0,0107 persen. Komoditas rokok juga memberikan andil sebesar 0,2912% terhadap inflasi umum yakni 2,28%.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan bahwa rokok termasuk lima komponen teratas penghitungan Indeks Harga Konsumen atau inflasi. Konsumsi rokok yang besar akan berdampak pada relatif besarnya andil rokok terhadap penghitungan inflasi. “Akibatnya, perubahan harga rokok akan berpengaruh cukup signifikan terhadap tingkat inflasi secara umum,” ujar Amalia.
Perbedaan bobot pada setiap wilayah juga mempengaruhi besar kecilnya pengaruh rokok terhadap inflasi. Tingkat konsumsi rokok penduduk di daerah tersebut yang menentukan bobot tingkat konsumsi rokok pada penghitungan inflasi di tiap daerah. Sementara, dampak kenaikan cukai rokok terhadap inflasi baru bisa diketahui setelah kebijakan tersebut diimplementasikan dan BPS mengumpulkan data perubahan harga di tingkat konsumen.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Benny Wachjudi juga membenarkan bahwa kenaikan cukai rokok yang tinggi pada 2023 dapat memicu inflasi. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar kenaikan cukai rokok tidak terlalu tinggi. Pasalnya, kondisi industri yang masih belum pulih membuat kenaikan cukai menjadi tidak efektif sebagai instrumen penerimaan negara.
Kenaikan CHT pada tahun 2023 ditetapkan sebesar rata-rata 10%. Kini, pemerintah telah kembali berencana menaikkan cukai rokok dengan besaran yang sama untuk tahun 2024. Namun, Benny mengingatkan agar persentase kenaikan tarif cukai rokok disesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan inflasi, serta jangan melebihi daya tahan industri rokok nasional.
